Cerita anak kos,
serius gak ada abisnya kalau mau dibahas mulai dari awal. Punya cita-cita sih
mau nulis semua pengalaman di kos, tapi ya gitu untuk memulai begitu susah.
Persis kayak dapetin hatimu juga susah banget. Susahnya sih kalau kos sendirian
gak ada temen dari kampung halaman kalau mau butuh bantuan itu agak sungkan
minta bantuan anak kos. Secara gak begitu kenal akrab kan ya. Beda kalau
sama-sama dari daerah asal, mungkin sungkannya
gak ada. Saking gak ada sungkannya
tuh pernah ada cerita gini.
Jadi dulu waktu
maba aku kan beli printer, kebetulan temenku itu datang ke kos dengan dalih
minta tolong print di kosku. Okelah aku bantu. Tapi apa yang aku bayangkan
ternyata salah, dia menunjukkan file dia yang akan di print. Ku kira hanya satu
atau dua lembar. Tapi ternyata berlembar-lembar dan itu full colour. Tentunya kalian tahu, ngeprint warna harganya berapa. Okelah,
berhubung sudah terlanjur aku ijinin jadinya ya dia print sesukanya dia.
Dibilang ikhlas sih ikhlas, dibilang enggak juga bisa. Dengan logika seperti
ini.
Ikhlasnya, ya ikhlas orang dia udah
terlanjur datang jauh-jauh ke kosku, dan dia juga teman masa kecilku sewaktu
SD. Selain itu sudah mengiyakan, gak pantas rasanya kalau aku bilang jangan.
Gak ikhlasnya, kukira yang di print
selembar – sepuluh lembar. Dan aku kira saat itu dia tidak begitu urgent buat ngeprint. Sama-sama anak
kosnya kan ya. Jadi seharusnya tahu, bahwa semua ini butuh uang kawan.
Ternyata Tuhan
mendengar rintihan anak kos. Ditengah jalan bahkan masih di beberapa lembar,
printerku macet. Dan yang terjadi adalah printnya emang gak bisa. Warnanya gak
mau keluar. Padahal kemarin-kemarin masih bisa loh. Ini adalah bencana sekaligus
anugerah. Syukuri saja. Ambil hikmahnya, temenku urung untuk ngeprint
lembaran-lemabarannya.
Dia gak miskin,
dia cukup berada. Tapi ngeprint buat kuliahnya sendiri masa iya harus minta di
temen lainnya. Wajar ya anak kos, beda lagi kalau sudah bisa menghasilkan uang
sendiri.
Well, mungkin
yang aku ceritakan setelah akan membuat opini kalian tentangku yang kalian kira
perhitungan dengan teman sendiri. Enggak kok, hanya saja waktu itu sebelum dia
ke kosku. Aku bilang ke dia buat beliin saos di minimarket terdekat. Aku titip
dan nanti uangnya aku ganti kok. Itu hanya empatrebu doang.
“Oh ya, berapa
tadi harga saosnya”
“Empatrebu
sekian” aku lupa sekiannya berapa. Tau sendiri kan di minimarket harganya
kadang suka ngawur. Struck pembelian sama yang di rak suka beda.
*apahubungannya.
“Oh ini uangnya”
ku rogoh dompet dan kuberikan beberapa lembar seribuan ke dia.
Kalau aku jadi
dia, aku sudah melupakan harga saos. Sudah melupakan kalau itu dia titip
beliin. Anggap aja sama-sama membantu. Tapi ini tidak, dia dengan mentolo menerima uang saosnya.
Ya beginilah
resiko punya teman parasit. Mau nyusahin tapi gak mau di susahin.
Sebenernya sih
bantuin masalah beginian gak masalah, gak terlalu aku fikirkan. Tapi ya itu,
dia lagi tidak dalam kondisi urgent.
Uang juga dia masih ada, banyak insyaAllah. Kenapa harus minta print ditemen?
Kalau aku jadi dia, aku sungkan dan
segan. Apa mungkin dia mau memcoba printer baruku? Entahlah
Dan sekarang,
temenku itu terbukti parasit. Giliran dia dimintain tolong, boro-boro chat di
bales. Di read aja enggak. Ya aku sih cuma bisa doakan supaya dia bisa jadi
orang yang lebih baik. Heehhe
Sudah sudah,
semoga tidak ada teman yang seperti ini lagi. Kalaupun ada, jangan
dilestarikan. Apalagi harus di masukan ke cagar alam. Jangan, kasihan banget
dia di cagar alam temenan sama tumbuhan langka. Bunga bangkai misal.
Memang Tuhan itu
baik, menciptakan manusia dengan beragam sikap. Ada baik dan buruk, hitam
putih, diluar dan didalam. Seperti itulah, indahnya dunia ini dengan berbagai
perbedaan. Bisa merasakan benci, suka, sayang, cinta, tapi semua bertepuk
sebelah tangan. Ah apa ini.
Wah enak dong punya temen kayak gitu
ReplyDeleteMau enaknya doang