Masih ingat ketika awal kita
berjumpa? Aku tidak merasakan apa-apa. Hanya sebatas aku yang membutuhkanmu
sebagai pemateri dalam acaraku. Perlu kuceritakan ulang? Rasanya bosan tangan
ini bersentuhan dengan abjad yang hampir sama.
Waktu terus berjalan, hingga kita
merasakan ada sebuah kecocokan. Merasakan ada ketertarikan. Atau ini semua
hanya aku yang merasakan? Sementara kamu hanya membutuhkan tempat untuk singgah
dihatiku? Sekedar melepas lelah dan kecewamu atas bekas laki-lakimu.
Enam tahun memang kamu dengan
bekas laki-lakimu. Aku tahu itu sulit, tapi salah ketika kamu membalas
perbuatannya kepadaku. Aku tak tahu menau masalahmu dengannya. Yang aku tahu,
kamu sudah berpisah dengannya.
Tak pantas rasanya, dengan tutur
katamu yang mengatakan aku kasar dan hal sebagainya. Berkacalah, apa yang kamu
lakukan kepadaku lebih parah.
Aku bukan Tuhan. Yang jika kamu
butuhkan maka kamu baru mengingatNya. Sementara ketika tidak membutuhkanNya
kamu melupakan dan meninggalkan segala kewajiban atau sunnahNya.
Hatiku tidak seperti Tuhan, yang
bisa menerima sikapmu yang seperti itu. Aku hanya manusia yang memiliki batas
kesabaran. Aku laki-laki, kenapa laki-laki sering adu fisik ketika harga diri
terinjak-injak? Karena harga diri laki-laki itu tinggi.
Untung kamu wanita. Andai kamu
laki-laki, kuhajar kau habis.
Kamu pergi, lalu kembali. Siklus
yang kamu lakukan 4 kali sekali dalam kurun waktu kurang lebih 2 bulan. Satu kali
diawal pertemuan kita dan 3 kali dalam kurun waktu 2 minggu setelah kita
pacaran.
Perlu aku jelaskan lagi? Aku rasa
tidak.
Dari awal, jika ingin pergi. Pergilah,
aku tidak marah. Itu pilihanmu dan aku tak mungkin melarangmu. Aku siapa? Hanya
tempatmu dalam kesepian.
Seperti lilin memang, ketika
lampu padam. Kamu membutuhkanku, seperti aku adalah bagian yang sangat penting
yang harus selalu ada disaat gelapmu. Lalu ketika lampu sontak menyala dengan
tiba-tiba. Kamu pergi meninggalkanku bahkan mematikanku dalam terang. Seperti sudah
usai waktuku untuk menemanimu. Tak perlu lagi bukan?
Jika ragu, jangan pernah kamu
katakan iya. Iyamu akan menyakitkan aku, yang sangat mempercayaimu. Tak terfikirkan
untuk kedua kalinya bahkan hingga empat kalinya kamu akan meninggalkanku. Tapi ternyata, kesempatan yang
telah aku berikan untukmu sama sekali tidak kamu manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Kamu pergi untuk kesekian kalinya.
Sudahkah kamu bahagia? Aku ikut
senang. Aku tak perlu lagi mengingatkanmu untuk maju kedepan. Untuk berhenti
memunggungi masa depanmu. Bukan aku, tapi ada laki-laki lain di depan sana yang
telah menantimu. Aku hanya sebatas rambu-rambu dalam hidupmu. Yang membantumu
untuk melupakan semua masa lalumu. Meskipun tidak secara menyeluruh. Pergilah,
terbanglah dengan burung-burung yang lebih indah di angkasa sana. Aku diam, dan
jangan kembali jika nanti sayapmu patah untuk kedua kalinya.
Kamu telah memilih, menetap lalu
pergi.
Pergi, bersama dengan
kebahagiaanmu. Dengan canda tawamu yang tak satupun dalam benakmu terfikirkan
aku yang sedang terluka dalam gelapnya karenamu. Tak terbesit dalam hatimu rasa
bersalah atau sekedar meminta aku untuk tidak membencimu dengan sumpah
serapahku.
Berbeda, ketika kamu pergi
meninggalkan bekas laki-lakimu. Dia bahkan menyakitimu, tapi kamu tetap
memikirkan dia dalam setiap detik waktumu. Sementara denganku? Tak ada
sedikitpun kesedihan yang terpancar dari mimik wajahmu. Aku menyakitimupun
karena kamu yang terlebih dulu menyakitiku. Sekali lagi maaf, itu emosiku.
Aku memang tidak tahu seperti apa
isi hatimu saat ini. Kukatakan tidak sedih, iya. Karena sikapmu yang riang
gembira ketika telah tidak bersamaku.
Wajahmu, begitu polos. Tapi hatimu,
seperti batu. Keras dan tidak bisa tersentuh dengan kata-kata manisku lagi.
Pecah hatimu, ketika mendengar
semua umpatanku. Maafkan aku, benar-benar sangat membenci hadirnya dirimu saat
ini. Datang untuk pergi. Pergilah… selesai tugasku.
Terucap rasa terima kasih darimu…
tapi aku tahu. Hanya sebagai pemanis dari ucapan perpisahanmu dan aku. Tak apa,
aku tahu semua kebohonganmu.
Pergilah…
Tuhan tidak menakdirkan kita
bersama. Tuhan hanya menghadirkanku untuk membantumu melewati masa sulitmu. Tapi,
setidaknya kamu tahu diri. Kamu salah, bukan menyalahkanku.
Sudahi semua ini. Drama dan
tangisan palsumu. Kebohonganmu…
TUNGGU ! TUHAN AKAN MENGIRIMKAN SESUATU UNTUKMU