Weekend yang Absurd - Bahrul.com

Sunday, 6 April 2014

Weekend yang Absurd





Weekend, hari dimana bisa bersenang-senang untuk sejenak menanggalkan kesibukkan selama beberapa hari. Kali ini Bintang menghabiskan Weekendnya di sebuah pantai dipinggiran Kota Malang selatan. Pantai yang kata orang menawarkan sejuta keindahan yang luar biasa. Membuat rasa penasaran Bintang sehingga tertarik untuk ikut dengan Nasa. Kalau bukan karena Nasa, mungkin Bintang enggan ikut dengannya. Persetan lah, yang ada hanya luka. True dan itu terjadi.

Dengan rombongan teman-teman sekelas dari Nasa, Bintang terpaksa ikut. Karena yang diinginkan Bintang hanya bisa bersama Nasa. Bukan dengan yang lainnya. Berharap di Pantai nanti bisa mendapatkan kebahagiaan dengan Nasa. Berharap hadirnya canda tawa dan senyuman Nasa.

Berangkat dari kos sekitar jam 6 pagi. Bintang sudah bersiap-siap sedari subuh. Karena awal perjanjian adalah jam 5 pagi udah berangkat. Tapi itu semua hanya perjanjian yang dengan mudahnya diingkari dan hanya tinggal perjanjian palsu.

8 motor, rombongan Bintang dan Nasa berangkat dari tengah kota. Menuju pinggiran Malang selatan. Dalam perjalanan, Bintang merasakan pelukan hangat penuh dengan cinta. Penuh dengan kasih sayang. Terlontar juga canda tawa dari Nasa. Membuat perjalanan serasa begitu cepat. Tak seperti dulu saat Bintang pergi dengan teman-temannya. Terasa sangat lama dan tak kunjung sampai ditempat tujuan.

Sampai di Pantai sekitar jam 9. Terbayarkan sudah rasa penasaran Bintang dengan pantai yang selama ini dikatakan oleh orang-orang sangat indah pemandangannya. Banyak batu karang yang menonjol ditengah-tengah laut. Seperti pulau yang ada ditengah-tengah laut. Ingin rasanya singgah ketengah laut itu. Untuk sejenak menghabiskan rasa bosan dan lelahnya Bintang dengan dunia yang fana ini.

Bintang pergi sendiri, menyusuri pinggiran pantai. Ditemani deburan ombak yang silir berganti menyambut langkah kakinya. Tak sengaja kaki itu pun basah oleh ombak yang begitu besar. Udara pantai yang menyejukkan membuat perjalanan menyusuri pantai menjadi lengkap. Dengan air dilautan yang biru kehijauan menjadi warna yang ada dimata.

Pertengkaran antara Bintang dan Nasa, timbul karena ada rasa kurang pedulinya satu pihak. Pertengkaran yang seharusnya tidak perlu terjadi. Hanya karena kurang mengertinya satu posisi. “Sayang ambilin minum dong, haus nih”. Pinta Bintang pada Nasa dengan rasa sayang. “Iya sayang sek ya aku ambilin”. Dengan rasa senang Nasa memenuhi permintaan Bintang yang gak terlalu merepotkannya.

Dipepohonan yang ada dipinggir pantai, Bintang merebahkan tubuhnya. Meluruskan sejenak otot-otot kakinya. Yang lelah setelah 2 jam berkendara. Menunggu Nasa kembali dengan membawakan air minum. Ditemani semilir angin yang datang menerpa kulitnya yang terasa panas karena sengatan matahari. Tapi, lama Bintang menunggu dan Nasa tak kunjung tiba. Dia menoleh kearah belakang dan melihat Nasa asik bercengkrama dengan seorang temannya.

Bintang hanya bisa diam dan mencoba mengerti apa yang dilakukan Nasa pada dirinya. Kembali Bintang meluruskan kakinya. Menikmati udara pantai dan mencoba melupakan sejenak rasa kering di tenggorokannya. “Sayang, maaf ya aku lupa” denga wajah yang sedikit menyesal Nasa menghampirinya. “Iya sayang gapapa”. Dengan senyuman yang dipaksakan Bintang untuk Nasa, untuk menghindari pertengkaran antara dia dan Nasa.

Waktunya makan siang, temen-temen sudah mempersiapkan makanan dari rumah. Ikan, Bintang benci dengan makanan itu. Dia enggan memakan makanan itu. Dia memutuskan membeli mie goreng yang ada dideket pantai dengan telur ceplok sebagai lauknya. Sementara teman yang lainnya dan juga Nasa, dengan lahapnya memakan Ikan bakar, yang mereka rasa itu makanan yang sangat lezat. Beda lagi dengan Bintang. Ikan merupakan makanan yang sangat absurd baginya.

Makanan berbeda sendiri, makan pun sendiri. Nasa lupa, lagi lagi lupa. Ingin rasanya Bintang beranjak dari tempat itu. Memilih tempat di pinggir pantai dengan ditemani suara ombak dan angin yang semilir. Daripada harus ada ditempat yang menjadikan dirinya seperti patung. Tapi itu semua tidak dilakukan oleh Bintang. Dia tidak sampai hati melakukan hal itu. Karena dia masih menghargai teman-teman yang lainnya.

Makan siang sudah selesai. Ingin rasanya mata ini terpejam walau hanya sekejap. Duduk disebuah tempat dipinggir pantai, Bintang membuka laptopnya. Menulis apa yang dia rasakan hari ini, semua keindahan yang dia dapatkan. Semua rasa yang dia dapatkan. “Kamu lagi ngapain?”. Suara Nasa yang tiba-tiba menghampirinya. “Aku lagi nulis tugas nih”. Saut Bintang yang sebenernya bukan hal itu yang dia lakukan.

“Aku mau tidur yaa”. Ucap Nasa dengan mata yang sedikit memerah. “iya la tidur disini aku tungguin”. Jawab Bintang dengan penuh senyuman. Ditatakan tasnya yang cukup banyak isinya. Supaya Nasa bisa tertidur dengan tanpa merasakan sakit dikepalanya. Ditutup mukanya dengan jaket Bintang. Dan yang terlihat hanya matanya yang terpejam dengan pipi yang memerah.

Selesai Bintang menulis sedikit cerita dihari ini. Dia mengambil gitar, menyanyikan sebuha lagu kesukaannya. “pedih” dari Last Child. “Hanya diri sendiri yang tak mungkin orang lain mengerti”. Sebait lirik yang paling bermakna. Dia menyanyikan dengan sepenuh hati. Hingga mungkin karena suaranya yang cukup memecahkan telinga, membangunkan Nasa dari tidurnya. Dilihatnya Nasa dengan matanya yang memerah. “Kok gitarnya ada disini?” tanya Nasa yang masih linglung. “iya tadi aku ambil”. Jawabnya sambil tersenyum karena melihat Nasa yang masih linglung itu lucu sekali, dengan pipi yang merah dan ada bekas tindihan dari tas yang dia tiduri.

Masih malas Nasa untuk bangun dari tidurnya. Mungkin dia lelah, Bintang hanya mencoba mendekatinya, melihatinya, dan menatap matanya. Sesekali dia melihat bibir manisnya, ingin rasanya dia mengkecup bibir manis Nasa. Untuk sedikit merasakan cintanya.

Tanpa pamit, Nasa pergi meninggalkan begitu saja. Tanpa dia sadar, bahwa dari awal dia tidur Bintang telah menemaninya. Bintang hanya bisa tersenyum melihat perilaku Nasa. Perilaku yang sangat sering Nasa lakukan. Dari pada sakit menahan sesak, Bintang memutuskan untuk sholat Dzuhur, sembari menenangkan hatinya yang gunda. Ditambah dengan melihat Nasa diceburkan ke laut oleh teman-temannya. Rencana untuk bermain nanti malam mungkin akan gagal. Karena Nasa tidak membawa sehelai baju apapun untuk gantinya.

Setelah sholat, Bintang duduk dibawah pohon kelapa. Duduk diayunan yang terbuat dari sebongkah kayu memanjang. Ditemani musik diheadset dengan volume kencang. Nasa datang menghampiri dengan kondisi yang basah kuyup. Bintang marah, dengan melihat Nasa bajunya seperti itu karena ...... . Maaf itu disensor.

Nasa pergi begitu saja meninggalkan Bintang, tanpa dia ingin mengetahui kenapa Bintang marah. Setelah sadar Nasa tidak membawa sehelai baju ganti. Bintang teriak padanya “ Sa, ini kaosku pakek” dengan nada yang cukup kesal, Bintang memberikan Kaos dan Jaketnya.

Ashar pun tiba, Bintang bergegas kemasjid untuk beribadah. Sejenak dia lelah, dia serahkan semua padaNya. “kalau Nasa bukan jodoh yang tepat, perbaiki dia, sadarkan dia Tuhan”. Secuil doa yang dia panjatkan dengan setetes air mata yang terjatuhkan.

Menunggu Nasa dan teman-temannya bersiap untuk kembali ke kota, Bintang menyendiri dan melanjutkan tulisan yang tadi terpotong. Mencurahkan semua yang dia rasakan hari ini. Susah senang semua dia tuliskan. Dan Nasa tiba-tiba menghampiri. Dengan rasa kesal Bintang meninggalkannya menuju motor untuk bergegas pulang.

Emosi yang sedari tadi membara, kini terpecahkan semua. Bintang meluapkan dengan berbicara lantang dan keras. Bukan lantang kasar, tapi Lantang dengan air mata kekecewaan. Diatas motor terjadi cekcok mulut dengan Nasa. Bintang menjelaskan semua kebodohan Nasa. Dan Nasa bukan merasa bersalah melainkan malah bentak-bentak.  

Akhirnya Nasa mengerti apa salahnya dia. Air mata keduanya menemani perjalanan pulang dari weekend yang membosankan bagi Bintang. Pelukan yang sangat erat dari Nasa, membuat Bintang nyaman, tenang dan berhasil meredam emosinya. Emosi yang terlalu kecil untuk mengalahkan rasa sayangnya dengan Nasa yang begitu besar.

Semakin erat pelukannya, karena rasa bersalah yang dia lakukan terhadap Bintang. Dia sekarang paham apa yang Bintang inginkan. Mungkin dia sayang, tapi masih belum mengerti apa yang diinginkan Bintang.

Ingin ke alun-alun kota. Tapi waktu sudah terlalu malam. Karena jarak alun-alun yang lumayan jauh dari tempat tinggal Nasa. Maka urunglah niatan tersebut, dan lebih memilih untuk makan malam disalah satu warung makan didepan kampus UMM. Sembari melepaskan rasa lelah, lelah jiwa dan raga, hati dan pikiran. 

Diantarnya pulang Nasa oleh Bintang, karena masih ingin bersama dengannya. Bintang memilih berputar-putar dijalanan Malang yang cukup ramai dengan kendaraan bermotor. Karena moment malam minggu, banyak muda mudi yang sibuk dengan pasangannya masing-masing. Hingga membanjiri jalanan karena lalu lalang kendaraan bermotor yang cukup padat.

Akhirnya sudah sampai dideket rumah Nasa. Ada kejadian yang awkward sekali. Nasa menjatuhkan handphonenya. Jatuhnya sih gak masalah, kalau rusak pun juga gak masalah. Yang jadi masalah adalah Hp itu jatuh didepan kuburan. Kejadian yang absurd sekali. Dimana tidak ada penerangan yang memadai untuk mencari batrai hape yang jatuh disekitar rerumputan. Karena suasana yang cukup gelap, akhirnya Nasa memutuskan untuk mencarinya dikeesokan harinya.

2 comments

  1. wahh,, hebat dunk sambil uji nyali hp jatuh depan kuburan gelap pisan....
    lain kali jagan lupa bawa senter n batreinya dcek jg,
    itu daerah malang mana kok sampek segitunya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mueheheh :D orang jatuhnya gak d rencanakan mbak :D malah d suruh bawa senter. saya tinggal d malang kota. itu hanya cerita kok

      Delete

Hanya ada beberapa syarat buat komentar :
1. No Sara
2. No Link Aktif
3. No-mor HP atau Pin BB juga boleh
Yang point ketiga exc cowo tidak dianjurkan
EmoticonEmoticon